Harga Minyak turun untuk hari keempat seiring ekspektasi bahwa OPEC+ pada akhir pekan akan menyetujui pengembalian pasokan yang diidle, sementara shutdown Pemerintah AS memicu sentimen risk-off.
Minyak WTI melemah mendekati $61/barel dan Brent di sekitar $65/barel. Tanda awal kelebihan pasokan muncul di Timur Tengah, sementara persediaan crude dan bensin AS bertambah pekan lalu.
Ketidakpastian politik di Washington menambah kekhawatiran. Juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt memperingatkan PHK terkait shutdown bisa mencapai ribuan. Ketua DPR Mike Johnson menegaskan tidak ada yang bisa dinegosiasikan untuk RUU pendanaan sementara, meredupkan harapan penyelesaian cepat dan menekan minat risiko Pasar.
Tekanan harga pekan ini juga dipicu kemungkinan OPEC+ mempercepat kenaikan produksi pada pertemuan Minggu. Sejumlah bank Wall Street bahkan memproyeksikan Brent bisa turun ke kisaran $50-an tahun depan. Meski begitu, harga sempat mendapat dukungan karena China membeli Minyak untuk cadangan strategis, mengurangi penumpukan stok di Barat—namun pembelian ini berpotensi melambat tahun depan (Rystad Energy).
Suplai tambahan juga datang dari terminal ekspor Ceyhan (Turki) yang dijadwalkan memuat kargo perdana dari wilayah Kurdi Irak sejak 2023, menambah pasokan ke Pasar. Di sisi lain, Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut menahan tanker bisa membantu menghentikan “shadow fleet” yang memungkinkan Rusia menghindari sanksi dan mengekspor Minyak ke berbagai negara.(yds)
Sumber: Bloomberg
